Penaja

27.7.11

KE RUANG KATARSIS


Sesudah mengisi mimpi sesia di ranjang nyedar
apakah yang sempat kita kutip lewat darah dan air mata
poyang moyang yang tumpah ke cangkir resah
resah menggeliat ke tanah
resah menggeliat ke rimba
resah memulas ke tulang bangsa

barangkali kitalah penanam padi-padi hampa
membiarkan anak-anak keridik mencuri merisik
malinja dan mahsuri, di bendang galaun
hingga gugup mengatur genta pertama
gugup lahir di mata kita
gugup lahir di suara kita
gugup membiak di mana-mana

kita tidak lagi pernah bertanya kenapa manusia
harus menjadi manusia
yang tegar meniup seruling
kemanusiaan
yang ligat memetik kecapi keseluruhan
kerana kita lupa
apa yang tersimpan di album bangsa
album bangsa pernah menyimpan sejuta potret luka

luka berpinar ke nyali jagat
luka berputar ke rohaniah umat
luka menyentak haluan kiblat

esok kita bakal menggali tanah dan menggalas
cangklung maut dari kulit sendiri
ke manakah bangkai dosa akan dikirim
ke kali tujuh penjuru gunung
atau ke laut tuju penjuru tanjung, sedang kita
pernah menari ala canggung maharisi
di kaki bicara nihilisme
sanggukah melimpahkan air mata nanah ke luka bangsa

jerit kita nanti
Cuma tulang-tulang yang tidak sempat ditalkinkan
pada saat pertama lolong angin tenggara memintal duka bersama
pekik kita nanti
cuma darah-darah yang sempat dikebumikan
pada saat pertama raung hujan selatan menganyam gugup
yang bergantungan di dada
mari kita lagukan canggung katarsis
arena kita nanti lagi saujana padang lalang
muzik kita nanti bukan lagi tubuh sayap merpalang

Hayunkan roh anak ke pintu hakiki
Dodoikan nyali anak ke perabung maknawi
Temani tidur mereka dengan mimpi-mimpi wangi
Dan selimut Iman dari tuhan

Zaen Kasturi