Penaja

1.2.06

Puisi Khalil Gibran

Nyanyian Hujan ~ Khalil Gibran

September 8, 2008

Aku ini percikan benang-benang perak yang dihamburkan dari syurga oleh dewa-dewa.
Alam raya kemudian meraupku, bagi menyirami ladang dan lembahnya.

Aku ini taburan mutiara, yang dipetik dari mahkota Raja Ishtar, oleh puteri Fajar,
untuk menghiasi taman-taman mayapada.

Pabila kuurai air mata, bukit-bukit tertawa;
Pabila aku meniup rendah, bunga-bunga gembira,
Dan bila aku menunduk, segalanya cerah-ceria.

Ladang dan awan mega berkasih-mesra,
Di antara mereka aku pembawa amanat setia,
Yang satu kulepas dari dahaga,
Yang lain kuubati dari luka.

Suara guruh mengkhabarkan kedatanganku
Pelangi di langit menghantar pemergianku,
Bagai kehidupan duniawi, diriku,
Dimulakan pada kaki kekuatan alam,
Dan diakhiri di bawah sayap kematian.

Aku muncul dari dalam jantung samudera,
Melayang tinggi bersama pawana,
Pabila kulihat ladang memerlukanku,
Aku turun, kubelai mesra bunga-bunga dan pepohonan
Dalam berjuta cara.

Jemariku lembut bermain pada jendela-jendela kaca
Dan berita yang kubawa membawa bahagia,
Semua orang dapat mendengarnya, namun hanya yang peka,
Dapat memahami maknanya.

Panas udara melahirkan aku,
Namun sebagai balasannya aku membunuhnya,
Laksana wanita yang mengungguli jejaka,
Dengan kekuatan yang dihisap daripadanya.

Diriku helaan nafas samudera
Gelak tertawa padang ladang,
Dan cucuran air mata dari syurga.

Maka, disertai cinta kasih -
dihela dari kedalaman laut kasih-sayang;
tertawa ria dari rona padang jiwa,
air mata dari kenangan syurga abadi.

(Dari ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)

~ Khalil Gibran


Nyanyian Sukma ~ Khalil Gibran

Ogos 4, 2008

Di dasar relung jiwaku
Bergema nyanyian tanpa kata; sebuah lagu
yang bernafas di dalam benih hatiku,
Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ; ia meneguk rasa kasihku
dalam jubah yg nipis kainnya, dan mengalirkan sayang,
Namun bukan menyentuh bibirku.

Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?

Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Kerna aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.

Pabila kutatap penglihatan batinku
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.

Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,
Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya
bintang-bintang bergemerlapan.
Air mataku menandai sendu
Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahsia mawar layu.

Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkiri oleh kebisingan,
Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,
Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesedaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.

Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakah
Yang mampu membawakannya berkumandang?

Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya?
Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?

Siapa berani menyatukan debur ombak samudra
dengan kicau bening burung malam?
Siapa yang berani membandingkan deru alam,
Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian?

Siapa berani memecah sunyi
Dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?
Insan mana yang berani
melagukan kidung suci Tuhan?

(Dari ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)

~ Khalil Gibran


Kisahku ~ Khalil Gibran

Julai 31, 2008

Dengarkan kisahku… .

Dengarkan, tetapi jangan menaruh belas kasihan padaku: kerana belas kasihan menyebabkan kelemahan, padahal aku masih tegar dalam penderitaanku..

Jika kita mencintai, cinta kita bukan dari diri kita, juga bukan untuk diri kita. Jika kita bergembira, kegembiraan kita bukan berada dalam diri kita, tapi dalam Hidup itu sendiri. Jika kita menderita, kesakitan kita tidak terletak pada luka kita, tapi dalam hati nurani alam.

Jangan kau anggap bahawa cinta itu datang kerana pergaulan yang lama atau rayuan yang terus menerus. Cinta adalah tunas pesona jiwa, dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat, ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan dari generasi ke generasi.

Wanita yang menghiasi tingkah lakunya dengan keindahan jiwa dan raga adalah sebuah kebenaran, yang terbuka namun rahsia; ia hanya dapat difahami melalui cinta, hanya dapat disentuh dengan kebaikan; dan ketika kita mencuba untuk menggambarkannya ia menghilang bagai segumpal wap.
~Khalil Gibran


7 Alasan Mencela Diri ~ Khalil Gibran

Julai 30, 2008

Tujuh kali aku pernah mencela jiwaku,
pertama kali ketika aku melihatnya lemah,
padahal seharusnya ia bisa kuat.

Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket
dihadapan orang yang lumpuh

Ketiga kali ketika berhadapan dengan pilihan yang sulit dan mudah
ia memilih yang mudah

Keempat kalinya, ketika ia melakukan kesalahan dan cuba menghibur diri
dengan mengatakan bahawa semua orang juga melakukan kesalahan

Kelima kali, ia menghindar kerana takut, lalu mengatakannya sebagai sabar

Keenam kali, ketika ia mengejek kepada seraut wajah buruk
padahal ia tahu, bahawa wajah itu adalah salah satu topeng yang sering ia pakai

Dan ketujuh, ketika ia menyanyikan lagu pujian dan menganggap itu sebagai suatu yang bermanfaat

~ Khalil Gibran


Prosa (VI) ~ Khalil Gibran

Julai 13, 2008

Bersyukurlah pada kehidupan yang telah menganugerahimu rasa haus.
Hatimu akan menjadi seperti tepian pantai dari sebuah samudera yang tak memiliki gelombang.
Tak menyimpan gemuruh dan tak mengerami pasang surut bila engkau tak memiliki rasa haus. Teguklah isi pialamu sendiri sambil memekik gembira.
Junjunglah pialamu di atas kepalamu lalu teguklah kuat demi mereka yang meminumnya dalam kesendirian.
AKu pernah sekali mencari gerombolan manusia yang kemudian duduk rapi mengelilingi meja jamuan sebuah pesta kemudian minum dengan sepuas-puasnya.
Namun mereka tidak mengangkat anggurnya di atas kepalaku, tidak pula meresapkannya ke dalam dadaku.
Mereka hanya membasahi kakiku….kebijakanku masih kerontang.
Hatiku terkunci dan terpatri.
Cuma sepasang kakikulah yang bergomol dengan mereka diantara selubung kabut yang suram.

Aku tidak lagi mau mencari kumpulan manusia atau pula meneguk anggur bersama mereka dalam meja jamuan pesta mereka.
Apa yang engkau rasakan jika kututurkan padamu semua itu jika waktu begitu garang menghentaki jantungmu?
Akan sangat baik bagimu bila engkau meneguk piala rengsamu seorang diri dan piala bahagianmu seorang diri pula…

~ Khalil Gibran


Prosa (V) ~ Khalil Gibran

Julai 12, 2008

Aku akan melakukan segala apa yang telah engkau ucapkan tadi
Dan aku akan menjadikan jiwaku sebagai sebuah kelambu yang
menyelubungi jiwamu.
Hatiku akan menjadi tempat tinggal keanggunanmu
serta dadaku akan menjadi kubur bagi penderitaanmu.
Aku akan selalu mencintaimu…sebagaimana padang rumput
yang luas mencintai musim bunga.

Aku akan hidup di dalam dirimu laksana bunga-bunga yang hidup oleh panas matahari.
Aku akan menyanyikan namamu seperti lembah menyanyikan gema loceng di desa
Aku akan mendengar bahasa jiwamu seperti pantai mendengarkan kisah-kisah gelombang.
Aku akan mengingatimu seperti perantau asing yang mengenang tanahair tercintanya,
Sebagaimana orang lapar mengingati pesta jamuan makan,
Seperti raja yang turun takhta mengingati masa-masa kegemilangannya,
Dan seperti seorang tahanan mengingati masa-masa kesenangan dan kebebasan.
Aku akan mengingatimu sebagaimana seorang petani yang mengingati bekas-bekas gandum di lantai tempat simpanannya,
juga seperti gembala mengingati padang rumput yang luas dan
sungai yang segar airnya.”

(Dari Sayap Sayap Patah)

~ Khalil Gibran


Prosa (IV) ~ Khalil Gibran

Julai 11, 2008

Kemudian datang seorang pertapa, Yang sekali setahun turun ke kota,
Memohon jawapan tentang kesenangan. Jawabnya demikian :
Kesenangan adalah lagu kebebasan, Namun bukannya sang kebebasan sendiri,
Dialah bunga-bunga hasrat keinginan, Namun bukan buah yang asli. Sebuah jurang ternganga yang berseru ke puncak ketinggian, Itulah dia ; namun dia bukan kedalaman maupun ketinggian itu sendiri. Dialah si terkurung yang
terbang terlepas, Namun bukannya ruang yang terbentang luas ; Ya, sesungguhnyalah kesenangan merupakan lagu kebebasan. Dan aku amat suka bila dapat mendengarkan, Kalian menyanyikannya dengan sepenuh hati, Namun
jangan hanyutkan diri dalam nyanyian

Beberapa diantaramu mencari kesenangan, Seolah kesenangan itu adalah segala-galanya, Dan mereka ini dipersoalkan, dihakimi dan dipersalahkan. Aku tak akan mempersalahkannya, ataupun memarahinya,
Melainkan akan mendorong mereka untuk mencari dan menyelami. Sebab mereka akan menemukan kesenangan, Namun kesenangan tiada berdiri sendiri. Saudaranya ada beberapa, ialah tujuh orang puteri, Yang terjelek pun diantaranya lebih unggul kecantikannya, Daripada dia yang bernama
kesenangan. Engkau pernah mendengar tentang seorang manusia, Yang menggali tanah hendak mencari akar, Namun menemukan harta pusaka ?

Beberapa di antara orang tua mengenangkan saat kesenangan, Dengan penuh rasa penyesalan, Seolah kesenangan itu dosa yang diperbuatnya, Tatkala sedang terbius di luar kesedarannya.
Tapi penyesalan ini hanya mengaburkan akal budi, Tiada berkemampuan menyucikan hati nurani, Sayugia mereka mengingat kesenangan yang lalu, Dengan rasa syukur dan terima kasih dalam kalbu, Sebagaimana mereka
mengenang rahmat tuaian di musim panas ; Namun pabila rasa penyesalan lebih menenteramkan hatinya, Maka biarlah mereka menikmati ketenteramannya.

Dan ada di antaramu yang bukan lagi remaja namun masih perlu mencari, Pun belum terlampau tua namun memerlukan kenang-kenangan untuk digali,
Lalu menyingkirkan segala kesenangan yang ada di mayapada, Khuatir melemahkan kekuatan jiwa, Ataupun bertentangan dan merugikannya. Tapi dalam pencegahan diri inipun terletak kesenangan mereka, Dan dengan demikian mereka pun menemui sebuah mustika,

Walau semua mereka dengan tangan gementar, hanya mencuba menggali akar. Tetapi katakanlah padaku, siapakah yang dapat menenang jiwa ? Si burung bul-bul yang menyanyikan lagu merdu, Terganggukah olehnya ketenangan malam yang syahdu ? Atau ambillah dia, si kunang-kunang, Adakah diganggunya keagungan bintang-bintang ? Dan nyala api, ataupun asap bara, Adakah dia memberati pawana ? Dan dikau mengira, bahwa jiwa merupakan danau yang tenang, Yang hanya dengan sentuhan sepucuk kayu, dapat kauganggu ?

Betapa seringnya, dengan menyingkiri segala kesenangan, Kau hanya menimbun keinginan tersembunyi, di relung kesedaran. Siapa tahu bahawa apa yang nampaknya lenyap sekarang, dari
permukaan, hanya menanti saat kebangkitan dihari kemudian ?

Bahkan jasmani memahami kudratnya dan keperluan hak alamiahnya, Serta tiada sudi mengalami tipuan dari akal manusia. Jasmani adalah kecapi jiwa,
Tergantung kepada manusia, Untuk menggetarkannya dengan petikan lagu merdu, Ataupun suara yang tiada menentu.

Lalu sekarang bertanyalah dalam hatimu; bagaimana cara membezakan baik-buruk dalam kesenangan? Maka pergilah dikau ke ladang, kebun dan tamanmu, Dan kau akan mengerti, bahawa bagi lebah, menghisap madu adalah kesenangan, namun bagi bunga pun memberikan madu adalah kesenangan.

Untuk lebah, bunga merupakan pancaran kehidupan, Untuk bunga, lebah merupakan duta kasih kehidupan. Dan bagi keduanya, sang lebah maupun sang bunga, Memberi dan menerima kesenangan adalah keperluan dan keasyikan.

Rakyat Orphalese, bersenanglah bagaikan bunga dan lebah.

~ Khalil Gibran


Prosa (III) ~Khalil Gibran

Julai 10, 2008

Dan aku melihat hal-hal yang menyedihkan,
Para Malaikat Kebahagiaan tengah berperang dgn Syaitan-syaitan Penderitaan
Dan Manusia berdiri di antara mereka.
Yang satu menariknya dengan Harapan dan yang lain dengan Keputus-asaan.

Aku melihat Cinta dan Benci bermain-main di hati manusia, Cinta menyembunyikan kesalahan Manusia dan memabukkanya dengan anggur kepatuhan, pujian dan rayuan: sementara Kebencian menghasutnya dan menutup telinganya dan membutakan matanya dari Kebenaran…

Aku melihat para pemimpin mulutnya berbuih seperti serigala licik dan juri penyelamat palsu merencanakan dan bersekongkol untuk Melawan Kebahagiaan Manusia..

Dan aku melihat Manusia memanggil Kebijakan untuk membebaskannya, tetapi Kebijakan tidak mendengar jeritannya, kerana Manusia pernah Mengabaikannya ketika ia berbicara kepadanya di jalananan kota…

(Dari Suara Sang Guru)

~ Khalil Gibran


Prosa (II) ~ Khalil Gibran

Julai 9, 2008

Bila kau memberi dari hartamu, tidak banyaklah pemberian itu. Bila kau memberi dari dirimu, itulah pemberian yang penuh erti. Sebab, apalah harta milikan itu, pabila ia bukan simpanan yang kaujaga buat persediaan di hari kemudian ?

Dan hari kemudian; terkandung janji apakah bagi dia, si anjing kikir, Yang menimbun tulang-tulang di bawah pasir, Dalam perjalanan ke kota suci, mengikuti musafir ?

Dan bukankah ketakutan akan kemiskinan, Merupakan kemiskinan itu sendiri ? Ketakutan akan dahaga, sedangkan sumur masih penuh, Bukankah dahaga yang tak mungkin dipuaskan ?

Ada orang yang memberi sedikit dari miliknya yang banyak Dan pemberian itu dilakukan demi sanjungan, Hasrat tersembunyi membuat tak murni dermanya.

Ada pula yang memiliki sedikit dan memberikan segalanya. Merekalah yang percaya akan kehidupan dan anugerah kehidupan, Dan peti mereka tiada pernah mengalami kekosongan.

Ada yang memberi dengan kegembiraan di hati, Kegembiraanlah yang menjadi anugerah pengganti. Ada yang memberi dengan kepedihan di hati, maka Kepedihan menjadi air pensucian diri.

Dan ada yang memberi tanpa merasa sakit di dalamnya, Tanpa mencari kegirangan dari pemberiannya, Tanpa mengingat-ingat kebaikannya; Mereka memberi, sebagaimana di lembah sana, Bunga-bunga menyebarkan wewangiannya ke udara.

Melalui mereka inilah, Tuhan berbicara, Dan dari sinar lembut tatapan mata mereka Dia tersenyum pada dunia.

Sebab sesungguhnya, kehidupanlah yang memberi pada kehidupan .Sedangkan kau, yang mengira dirimu seorang pemberi, Sebetulnya hanyalah seorang saksi.

Dan kau, kaum penerima – ya, engkau semuanya tergolong penerima ! Jangan memberati diri dengan rasa terhutang budi, Sebab kau akan membebani dirimu dan dia yang memberi.

Sayugia kau bangkit bersama si pemberi, Naik sayap pemberiannya, Melambung ke taraf yang lebih tinggi.

Terlampau menyedari hutangmu, adalah meragukan kedermawanan dia, Sang putera Bumi yang murah hati, Dan Tuhan, sebagai sumber segala hartanya.

~ Khalil Gibran


Prosa (I) ~ Khalil Gibran

Julai 8, 2008

Bila engkau sedang bersukaria
renunglah dalam-dalam
ke lubuk hati
disanalah nanti engkau dapati
bahwa hanya yang pernah membuat derita
berkemampuan memberimu bahagia

Jika engkau berdukacita
renunanglah lagi, ke lubuk hati
disanalah pula bakal kau temui
bahawa sesungguhnya
engkau sedang menangisi
sesuatu yang pernah
engkau syukuri

~ Khalil Gibran