Penaja

1.1.08

Masa Muda Dan Keindahan ~ Khalil Gibran dll

Masa Muda Dan Keindahan ~ Khalil Gibran

Disember 3, 2008

Keindahan menjadi milik usia muda, tapi keremajaan yang untuknya dunia ini diciptakan tidak lebih dari sekadar mimpi yang manisnya diperhamba oleh kebutaan yang menghilangkan kesedaran.
Akankah hari itu datang, ketika orang-orang bijak menyatukan kemanisan masa muda dan kenikmatan pengetahuan?
Sebab masing-masing hanyalah kosong bila hanya sendirian.
Akankah hari itu datang ketika alam menjadi guru yang mengajar manusia, dan kemanusiaan menjadi buku bacaan
sedangkan kehidupan adalah sekolah sehari-hari?
Hasrat masa muda akan kesenangan-kenikmatan tidak terlalu menuntut tanggung jawab -hanya akan terpenuhi bila fajar telah menyelak kegelapan hari.

Banyak lelaki yang tenggelam dalam keasyikan hari-hari masa muda yang mati dan beku;
banyak perempuan yang menyesali dan mengutuk tahun-tahun tak berguna mereka seperti raungan singa betina yang kehilangan anak;
dan banyak para pemuda dan pemudi yang menggunakan hati mereka sekadar sebagai alat penggali kenangan pahit masa depan,
melukai diri melalui kebodohan dengan anak panah yang tajam dan beracun kerana kehilangan kebahagiaan.

Usia tua adalah permukaan kulit bumi;
ia harus, melalui cahaya dan kebenaran,
memberikan kehangatan bagi benih-benih masa muda yang
ada dibawahnya, melindungi dan memenuhi keperluan mereka
hingga Nisan datang dan menyempurnakan kehidupan masa muda yang sedang tumbuh dengan kebangkitan baru
Kita berjalan terlalu lambat ke arah kebangkitan spiritual,
dan perjalanan itu seluas angkasa tanpa batas,
sebagai pemahaman keindahan kewujudan melalui
rasa kasih dan cinta kepada keindahan tersebut

~ Khalil Gibran

Surat Dari Kekasih ~ Khalil Gibran

Untukmu yang selalu Kucintai,
Saat kau bangun di pagi hari, Aku memandangmu dan
berharap engkau akan berbicara kepadaKu., bercerita,
meminta pendapatKu, mengucapkan sesuatu untukKu
walaupun hanya sepatah kata.

Atau berterima kasih kepadaKu atas sesuatu hal yang
indah yang terjadi dalam hidupmu pada tadi malam, kemarin, atau waktu yang lalu….
Tetapi Aku melihat engkau begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pergi bekerja…
Tak sedikitpun kau menyedari Aku di dekat mu.

Aku kembali menanti saat engkau sedang bersiap,
Aku tahu akan ada sedikit waktu bagimu untuk berhenti dan menyapaKu, tetapi engkau terlalu sibuk…

Di satu tempat, engkau duduk tanpa melakukan apapun.
Kemudian Aku melihat engkau menggerakkan kakimu.
Aku berfikir engkau akan datang kepadaKu, tetapi engkau
berlari ke telefon dan menelefon seorang teman untuk sekadar berbual-bual.

Aku melihatmu ketika engkau pergi bekerja dan Aku
menanti dengan sabar sepanjang hari. Namun dengan
semua kegiatanmu Aku berfikir engkau terlalu sibuk
untuk mengucapkan sesuatu kepadaKu.

Sebelum makan siang Aku melihatmu memandang ke
sekeliling, mungkin engkau merasa malu untuk berbicara
kepadaKu, itulah sebabnya mengapa engkau tidak
sedikitpun menyapaKu.

Engkau memandang tiga atau empat meja sekitarmu dan
melihat beberapa temanmu berbicara dan menyebut namaKu
dengan lembut sebelum menjamah makanan yang kuberikan,
tetapi engkau tidak melakukannya…..

Ya, tidak mengapa, masih ada waktu yang tersisa dan
Aku masih berharap engkau akan datang kepadaKu,
meskipun saat engkau pulang ke rumah kelihatannya
seakan-akan banyak hal yang harus kau kerjakan.

Setelah tugasmu selesai, engkau menghidupkan TV, Aku
tidak tahu apakah kau suka menonton TV atau tidak,
hanya engkau selalu ke sana dan menghabiskan banyak
waktu setiap hari di depannya, tanpa memikirkan apapun
dan hanya menikmati siaran yang ditampilkan, hingga waktu-
waktu untukKu dilupakan.

Kembali Aku menanti dengan sabar saat engkau menikmati
makananmu tetapi kembali engkau lupa menyebut namaKu
dan berterima kasih atas makanan yang telah Kuberikan.

Saat tidur Kufikir kau merasa terlalu lelah.
Setelah mengucapkan selamat malam kepada keluargamu,
kau melompat ke tempat tidurmu dan tertidur tanpa
sepatahpun namaKu kau sebut. Tidak mengapa kerana mungkin
engkau masih belum menyedari bahawa Aku selalu hadir untukmu.

Aku telah bersabar lebih lama dari yang kau sedari.
Aku bahkan ingin mengajarkan bagaimana bersabar terhadap orang lain. Aku sangat menyayangimu, setiap hari Aku menantikan sepatah kata darimu, ungkapan isi hatimu, namun tak kunjung tiba.

Baiklah….. engkau bangun kembali dan kembali Aku
menanti dengan penuh kasih bahawa hari ini kau akan
memberiKu sedikit waktu untuk menyapaKu…

Tapi yang Kutunggu … ah tak juga kau menyapaKu.
Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, Isya dan Subuh lagi
kau masih tidak mempedulikan Aku.

Tak ada sepatah kata, tak ada seucap doa, tak ada
pula harapan dan keinginan untuk sujud kepadaKU….

Apakah salahKu padamu …? Rezeki yang Kulimpahkan,
kesihatan yang Kuberikan, Harta yang Kurelakan, makanan
yang Kuhidangkan , Keselamatan yang Kukurniakan,
kebahagiaan yang Kuanugerahkan, apakah hal itu tidak
membuatmu ingat kepadaKu ???

Percayalah, Aku selalu mengasihimu, dan Aku tetap
berharap suatu saat engkau akan menyapaKu, memohon
perlindunganKu, bersujud menghadapKu … Kembali kepadaKu.

Yang selalu bersamamu setiap saat,
Tuhanmu….

~ Khalil Gibran


Dua Puisi ~ Khalil Gibran

Disember 2, 2008

Berabad-abad yang lalu, di suatu jalan menuju Athens, dua orang penyair bertemu. Mereka mengagumi satu sama lain. Salah seorang penyair bertanya, “Apa yang kau ciptakan akhir-akhir ini, dan bagaimana dengan lirikmu?”

Penyair yang seorang lagi menjawab dengan bangga, “Aku tidak melakukan hal lain selain menyelesaikan syairku yang paling indah, kemungkinan merupakan syair yang paling hebat yang pernah ditulis di Yunani. Isinya pujian tentang Zeus yang Mulia.”

Lalu dia mengambil selembar kulit dari sebalik jubahnya dan berkata, “Ke mari, lihatlah, syair ini kubawa, dan aku senang bila dapat membacakannya untukmu. Ayuh, mari kita duduk berteduh di bawah pohon cypress putih itu.”

Lalu penyair itu membacakan syairnya. Syair itu panjang sekali.

Setelah selesai, penyair yang satu berkata, “Itu syair yang indah sekali. Syair itu akan dikenang berabad-abad dan akan membuat engkau masyhur.”

Penyair pertama berkata dengan tenang, “Dan apa yang telah kau ciptakan akhir-akhir ini?”

Penyair kedua menjawab, “Aku hanya menulis sedikit. Hanya lapan baris untuk mengenang seorang anak yang bermain di kebun.” Lalu ia membacakan syairnya.

Penyair pertama berkata, “Boleh tahan, boleh tahan.”

Kemudian mereka berpisah.

Sekarang, setelah dua ribu tahun berlalu, syair lapan baris itu dibaca di setiap lidah, diulang-ulang, dihargai dan selalu dikenang. Dan walaupun syair yang satu lagi memang benar bertahan berabad-abad lamanya dalam perpustakaan, di rak-rak buku, dan walaupun syair itu dikenang, namun tidak ada yang tertarik untuk menyukainya atau membacanya.

~ Khalil Gibran


Kekasihku, Layla ~ Khalil Gibran

November 28, 2008

Kemarilah, kekasihku.
Kemarilah Layla, dan jangan tinggalkan aku.
Kehidupan lebih lemah daripada kematian, tetapi kematian lebih lemah daripada cinta…

Engkau telah membebaskanku, Layla, dari siksaan gelak tawa dan pahitnya anggur itu.
Izinkan aku mencium tanganmu, tangan yang telah memutuskan rantai-rantaiku.

Ciumlah bibirku, ciumlah bibir yang telah mencuba untuk membohongi dan yang telah menyelimuti rahsia-rahsia hatiku.

Tutuplah mataku yang meredup ini dengan jari-jemarimu yang berlumuran darah.

Ketika jiwaku melayang ke angkasa, taruhlah pisau itu di tangan kananku dan katakan pada mereka bahawa aku telah bunuh diri kerana putus asa dan cemburu.

Aku hanya mencintaimu, Layla, dan bukan yang lain, aku berfikir bahwa tadi lebih baik bagiku untuk mengorbankan hatiku, kebahagiaanku, kehidupanku daripada melarikan diri bersamamu pada malam pernikahanmu.
Ciumlah aku, kekasih jiwaku… sebelum orang-orang melihat tubuhku…
Ciumlah aku… ciumlah, Layla…

~ Khalil Gibran


Tanya Sang Anak ~ Khalil Gibran

November 17, 2008

Konon pada suatu desa terpencil
Terdapat sebuah keluarga
Terdiri dari sang ayah dan ibu
Serta seorang anak gadis muda dan naif!

Pada suatu hari sang anak bertanya pada sang ibu!
Ibu! Mengapa aku dilahirkan wanita?
Sang ibu menjawab,”Kerana ibu lebih kuat dari ayah!”
Sang anak terdiam dan berkata,”Kenapa jadi begitu?”

Sang anak pun bertanya kepada sang ayah!
Ayah! Kenapa ibu lebih kuat dari ayah?
Ayah pun menjawab,”Kerana ibumu seorang wanita!!!
Sang anak kembali terdiam.

Dan sang anak pun kembali bertanya!
Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ayah?
Dan sang ayah pun kembali menjawab,” Iya, kau adalah yang terkuat!”
Sang anak kembali terdiam dan sesekali mengerut dahinya.

Dan dia pun kembali melontarkan pertanyaan yang lain.
Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ibu?
Ayah kembali menjawab,”Iya kaulah yang terhebat dan terkuat!”
“Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat?” Sang anak pun kembali melontarkan pertanyaan.

Sang ayah pun menjawab dengan perlahan dan penuh kelembutan. “Kerana engkau adalah buah dari cintanya!
Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam. Cinta yang dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu!

Dan kau adalah segalanya buat kami.
Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami.
Tawamu adalah tawa kami.
Tangismu adalah air mata kami.
Dan cintamu adalah cinta kami.

Dan sang anak pun kembali bertanya!
Apa itu Cinta, Ayah?
Apa itu cinta, Ibu?
Sang ayah dan ibu pun tersenyum!
Dan mereka pun menjawab,”Kau, kau adalah cinta kami sayang..”

~ Khalil Gibran


Indahnya Kematian ~ Khalil Gibran

November 13, 2008

Bahagian 1 ~ Panggilan

Biarkan aku terbaring dalam lelapku, kerana jiwa ini telah dirasuki cinta, dan biarkan daku istirahat, kerana batin ini memiliki segala kekayaan malam dan siang.
Nyalakan lilin-lilin dan bakarlah dupa nan mewangi di sekeliling ranjang ini, dan taburi tubuh ini dengan wangian melati serta mawar.
Minyakilah rambut ini dengan puspa dupa dan olesi kaki-kaki ini dengan wangian, dan bacalah isyarat kematian yang telah tertulis jelas di dahi ini.
Biarku istirahat di ranjang ini, kerana kedua bola mata ini telah teramat lelahnya;
Biar sajak-sajak bersalut perak bergetaran dan menyejukkan jiwaku;
Terbangkan dawai-dawai harpa dan singkapkan tabir lara hatiku.

Nyanyikanlah masa-masa lalu seperti engkau memandang fajar harapan dalam mataku, kerana makna ghaibnya begitu lembut bagai ranjang kapas tempat hatiku berbaring.
Hapuslah air matamu, saudaraku, dan tegakkanlah kepalamu seperti bunga-bunga menyemai jari-jemarinya menyambut mahkota fajar pagi.
Lihatlah Kematian berdiri bagai kolom-kolom cahaya antara ranjangku dengan jarak infiniti;
Tahanlah nafasmu dan dengarkan kibaran kepak sayap-sayapnya.
Dekatilah aku, dan ucapkanlah selamat tinggal buatku. Ciumlah mataku dengan seulas senyummu.
Biarkan anak-anak merentang tangan-tangan mungilnya buatku dengan kelembutan jemari merah jambu mereka;
Biarkanlah Masa meletakkan tangan lembutnya di dahiku dan memberkatiku;
Biarkanlah perawan-perawan mendekati dan melihat bayangan Tuhan dalam mataku, dan mendengar Gema Iradat-Nya berlarian dengan nafasku….

~ Khalil Gibran


Suara Penyair ~ Khalil Gibran

November 10, 2008

Berkah amal soleh tumbuh subur dalam ladang hatiku.
Aku akan menuai gandum dan membahagikannya pada mereka yang lapar.
Jiwaku menyuburkan ladang anggur yang kuperas buahnya dan kuberikan sarinya pada mereka yang kehausan.
Syurga telah mengisi pelitaku dengan minyaknya dan akan kuletakkan di jendela.
Agar musafir berkelana di gelap malam menemui jalannya.
Kulakukan semua itu kerana mereka adalah diriku.
Andaikan nasib membelenggu tanganku dan aku tak bisa lagi menuruti hati nuraniku, maka yang tertinggal dalam hasratku hanyalah : Mati!
Aku seorang penyair, apabila aku tak bisa memberi, akupun tak mau menerima apa-apa.

~ Khalil Gibran


Perkahwinan ~ Khalil Gibran

November 5, 2008

SEKARANG, CINTA mulai menciptakan puisi dalam prosa

kehidupan, untuk mencipta fikiran-fikiran masa lalu menjadi

nyanyian pujian agar bersenandung siang hari dan menyanyi

pada malam hari.

Sekarang, hasrat menyingkapkan tabir keraguan dari

kebingungan pada tahun-tahun yang telah berlalu.
Dari rangkaian kesenangan, ia merajut kebahagiaan yang

hanya bisa dilampaui dengan kebahagiaan jiwa ketika ia

memeluk tuannya.

Itulah dua peribadi kukuh yang berdiri berdampingan untuk

mempertentangkan cinta mereka dengan kedengkian dari

takdir yang lemah.
Itulah perpaduan anggur kuning dengan anggur warna

lembayung untuk menghasilkan paduan keemasan, warna

cakerawala saat fajar merekah.

Itulah pertentangan dua roh untuk pertentangan dan

kesatuan dua jiwa dengan kesatuan. Ia adalah curahan

hujan jernih dari langit murni ke dalam kesucian alam,

membangkitkan kekuatan-kekuatan ladang yang penuh

berkat.

Apabila pandangan pertama dari wajah sang kekasih adalah

seperti benih yang ditaburkan oleh cinta di ladang hati

manusia dan ciuman pertama dari dua bibir adalah seperti

bunga pertama cabang kehidupan, maka perkahwinan

adalah buah pertama dari bunga pertama benih itu.

(Dari Suara Sang Guru)

~ Khalil Gibran


Setitis Airmata Dan Seulas Senyuman

November 4, 2008

Takkan kutukar dukacita hatiku demi kebahagiaan khalayak. Dan, takkan kutumpahkan air mata kesedihan yang mengalir dari tiap bahagian diriku berubah menjadi gelak tawa. Kuingin diriku tetaplah setitis air mata dan seulas senyuman.

Setitis airmata yang menyucikan hatiku dan memberiku pemahaman rahsia kehidupan dan hal ehwal yang tersembunyi. Seulas senyuman menarikku dekat kepada putera kesayanganku dan menjelma sebuah lambang pemujaan kepada tuhan.

Setitis airmata meyatukanku dengan mereka yang patah hati; Seulas senyum menjadi sebuah tanda kebahagiaanku dalam kewujudan.

Aku merasa lebih baik jika aku mati dalam hasrat dan kerinduan berbanding jika aku hidup menjemukan dan putus asa.

Aku bersedia kelaparan demi cinta dan keindahan yang ada di dasar jiwaku setelah kusaksikan mereka yang dimanjakan amat menyusahkan orang. Telah kudengar keluhan mereka dalam hasrat kerinduan dan itu lebih manis daripada melodi yang termanis.

Ketika malam tiba bunga menguncupkan kelopak dan tidur, memeluk kerinduannya. tatkala pagi menghampiri, ia membuka bibirnya demi menyambut ciuman matahari.

Kehidupan sekuntum bunga sama dengan kerinduan dan pengabulan. Setitis airmata dan seulas senyuman.

Air laut menjadi wap dan naik menjelma menjadi segumpal mega. Awan terapung di atas pergunungan dan lembah ngarai hingga berjumpa angin sepoi bahasa, jatuh bercucuran ke padang-padang lalu bergabung bersama aliran sungai dan kembali ke laut, rumahnya.

Kehidupan awan-gemawan itu adalah sesuatu perpisahan dan pertemuan. Bagai setitis airmata seulas senyuman. Dan, kemudian jiwa jadi terpisahkan dari jiwa yang lebih besar, bergerak di dunia zat melintas bagai segumpal mega diatas pergunungan dukacita dan dataran kebahagiaan.

Menuju samudera cinta dan keindahan – kepada Tuhan.

~ Khalil Gibran


Kata Selembar Kertas Seputih Salju ~ Khalil Gibran

Oktober 8, 2008

Kata selembar kertas seputih salju,”Aku tercipta secara murni, kerana itu aku akan tetap murni selamanya. Lebih baik aku dibakar dan kembali menjadi abu putih daripada menderita kerana tersentuh kegelapan atau didekati oleh sesuatu yang kotor.”

Tinta botol mendengar kata kertas itu. Ia tertawa dalam hatinya yang hitam, tapi tak berani mendekatinya. Pensil-pensil beraneka warna pun mendengarnya, dan mereka pun tak pernah mendekatinya. Dan selembar kertas yang seputih salju itu tetap suci dan murni selamanya -suci dan murni- dan kosong.

~ Khalil Gibran


Bagi Sahabatku Yang Tertindas ~ Khalil Gibran

Oktober 3, 2008

Wahai engkau yang dilahirkan di atas ranjang kesengsaraan, diberi makan pada dada penurunan nilai, yang bermain sebagai seorang anak di rumah tirani, engkau yang memakan roti basimu dengan keluhan dan meminum air keruhmu bercampur dengan airmata yang getir.

Wahai askar yang diperintah oleh hukum yang tidak adil oleh lelaki yang meninggalkan isterinya, anak-anaknya yang masih kecil, sahabat-sahabatnya, dan memasuki gelanggang kematian demi kepentingan cita-cita, yang mereka sebut ‘keperluan’.

Wahai penyair yang hidup sebagai orang asing di kampung halamannya, tak dikenali di antara mereka yang mengenalinya, yang hanya berhasrat untuk hidup di atas sampah masyarakat dan dari tinggalan atas permintaan dunia yang hanya tinta dan kertas.

Wahai tawanan yang dilemparkan ke dalam kegelapan kerana kejahatan kecil yang dibuat seumpama kejahatan besar oleh mereka yang membalas kejahatan dengan kejahatan, dibuang dengan kebijaksanaan yang ingin mempertahankan hak melalui cara-cara yang keliru.

Dan engkau, Wahai wanita yang malang, yang kepadanya Tuhan menganugerahkan kecantikan. Masa muda yang tidak setia memandangnya dan mengekorimu, memperdayakan engkau, menanggung kemiskinanmu dengan emas. Ketika kau menyerah padanya, dia meninggalkanmu. Kau serupa mangsa yang gementar dalam cakar-cakar penurunan nilai dan keadaan yang menyedihkan.

Dan kalian, teman-temanku yang rendah hati, para martir bagi hukum buatan manusia. Kau bersedih, dan kesedihanmu adalah akibat dari kebiadaban yang hebat, dari ketidakadilan sang hakim, dari licik si kaya, dan dari keegoisan hamba demi hawa nafsunya

Jangan putus asa, kerana di sebalik ketidakadilan dunia ini, di balik persoalan, di balik awan gemawan, di balik bumi, di balik semua hal ada suatu kekuatan yang tak lain adalah seluruh kadilan, segenap kelembutan, semua kesopanan, segenap cinta kasih.

Engkau laksana bunga yang tumbuh dalam bayangan. Segera angin yang lembut akan bertiup dan membawa bijianmu memasuki cahaya matahari tempat mereka yang akan menjalani suatu kehidupan indah.

Engkau laksana pepohonan telanjang yang rendah kerana berat dan bersama salju musim dingin. Lalu musim bunga akan tiba menyelimutimu dengan dedaunan hijau dan berair banyak.

Kebenaran akan mengoyak tabir airmata yang menyembunyikan senyumanmu. Saudaraku, kuucapkan selamat datang padamu dan kuanggap hina para penindasmu.

~ Khalil Gibran